I.
IMPERIALIS DI AFRIKA
1.
Tunis dan Penetration Pacifique
Dari
Aljazair, Prancis ingin memperluas pengaruhnya ke Tunis, sebuah daerah di timur
Aljazair, lebih sempit, dengan iklimnya yang sedang. Tunis merupakan negeri
“terbelakang” dan penduduknya tidak padat. Pada zaman kuno Tunis merupakan
pusat kerajaan besar Imperium Kartagho. Pada suatu masa Kartagho pernah menjadi
propinsi Imperium Roma, kemudian beralih tangan, merupakan bagian dari pada
Imperium Turki. Sampai pertengahan abad ke-19 bagian kedua, Sultan Turki secara
de jure adalah penguasa di Tunis dan seorang Bey merupakan wakilnya.
Tidak
hanya Perancis, tetapi juga berbagai negara Imperialis Barat menaruh perhatian
terhadap Tunis. Pada sekitar 1860-an banyak spekulan-spekulan, pedagang ataupun
peminjaman uang bangsa Barat memasuki Tunis untuk mengadu untung. Persaingan
yang hebat terjadi di antara mereka itu.
Pada
1869 Tunis menghadapi suatu kebangkrutan. Pengawasan terhadap keuangan
dilakukan oleh Triple control terdiri atas wakil-wakil Inggris, Italia, dan
Prancis. Sejak itu persaingan antara tiga penguasa tersebut makin hebat.
Masing-masing ingin mempengaruhi Bey untuk dapat menanamkan modalnya dalam
perusahaan-perusahaan jalan kereta api, pemasangan telegrap ataupun mendapatkan
tanah-tanah konsesi.
Sesudah
kongres Berlin (1878), penguasaan Prancis terhadap Tunis hanya tinggal menunggu
waktunya saja. Adapun sebabnya karena dalam kongres tersebut Prancis bersikap
netral. Untuk menjaga agar Prancis tidak mendekati Rusia, maka naik Bismarck
maupun Disraeli berusaha membuat hubungan yang sebaik-baiknya dengan republik
itu. Mereka mengingatkan akan adanya kemungkinan bagi Prancis untuk menduduki
Tunis sebagai kompensasi terhadap pendudukan Cyprus oleh Inggris.
Dalam
tahun 1880 itu juga Perdana Mentri Jules Ferry, tokoh imperialis modern
Prancis, berpendapat bahwa kemenangan yang didapat Afrika Utara akan memberi
sukses padanya dalam pemilihan yang akan datang. Dialah yang membawa Prancis
mengikuti politik ekspansi kolonial yang seluas-luasnya. Tunis akan diserbu.
Lebih-lebih ketika ia mendengar bahwa Bey berkomplot dengan konsul Italia untuk
menghadapi pengaruh Prnacis di Tunis.
Dengan
alasan menindas suku-suku dari Tunis yang mengganggu perbatasan Aljazair, Ferry
mengirimkan ekspedisi militer dengan biaya 6 juta franc. Pada 1881 tentara
tersebut dikirimkan dan setelah mereka mencapai ibu kota, Bey dipaksa menerima
protektorat Prancis atas negerinya. Sebuah perjanjian ditandatangani di Bardo
(1881), berisi bahwa sejak itu hubungan pemerintah Tunis dan konsul-konsul
asing diawasi oleh residen Prancis. Prancis menjajikan akan melindungi Bey
serta wilayahnya terhadap serangan-serangan lawan. Kepada orang-orang Inggris
dijanjikan pula, bahwa pelabuhan perang Bizerte tidak akan diperkuat.
Perjanjian
Bardo memberi kuasa kepada orang-orang Prancis untuk mengatur keuangannya di
Tunis. Tentara Prancis disebar di seluruh negeri dan pada akhir tahun
pendudukan telah selesai dikerjakan. Pemerintah Prancis kemudian mengemukakan
bahwa “pacification” telah selesai.
Akan
tetapi sebenarnya sesudah diandatangani
perjanjian Bardo, terjadilah suatu pemberontakan di sebelah selatan. Tidak
sedikit tentara Prancis yang menjadi korban dan 38.000 orang harus ditarik
mundur. Di dalam parlemen partai radikal melakukan oposisi keras. Clemenceau
menyebut politik Ferry di Tunis itu sebagai “coup de Bourse”, yaitu suatu
penyerbuan yang didasari oleh kepentingan ekonomi. Tetapi Berry menjawab bahwa
kepentingan ekonomi dan strategilah yang menyebabkan penyerbuan ke Tunis itu.
2.
Afrika Timur Laut
Sejak
zaman sebelum berlangsung imperialisme modern, Obock adalah koloni Prancis.
Pada 1882 seluruh kota dibeli dari Sultan pemilik daerah dengan harga 30.000
franc. Ketika Inggris menutup bandar Aden bagi kapal-kapal Prancis pada waktu
terjadi perang Tonkin, Prancis memutuskan akan mendirikan pangkalan laut di
Obock. Tetapi karena letak kota ini sangat tidak tampan, maka pada 1888 Prancis
memilih Djibouti sebagai penggantinya, yang kemudian disebut Somali Prancis.
Dari tempat ini Prancis merencanakan pemasangan jalan kereta api melalui
Ethiopia menuju ke daerah Nil. Bagi Prancis, Sudan sebelah timur dan Ethiopia
merupakan kunci untuk menyempurnakan penguasaan koloninya di Afrika sebelah
utara.
Selain
Prancis, Italia juga ingin menguasai daerah-daerah di Afrika bagian timur-laut,
ialah daerah Ethiopia dan daerah pantai disekitarnya. Penguasaan akan dimulai
dari pantai yang akan diperluas ke pedalaman. Pada 1870, Robettino, seorang
pemlik perusahaan kapal bangsa Italia, membeli kota Assab di pantai Laut Merah
dari raja pemiliknya seharga 9000 dollar. Kota tersebut dijadikan pangkalan
bagi perusahaannya. Tetapi ketika ia takut akan ancaman penduduk Assab, maka
pemerintahannya mengirimkan sebuah kapal perang untuk melindunginya (1880).
Pada 1883 pemerintah Italia menganeksasi Teluk Assab dan pada 1885 menduduki
Massasua. Daerah-daerah itu kemudian disebut Eritrea. Dari tempat ini Italia
akan menyerbu Ethiopia.
Konflik
Italia dan Ethiopia dapat diakhiri dengan diadakan perjanjian di Udsyiali
(1889). Menurut interpretasi kaum politisi di Italia, perjanjian tersebut
menetapkan protektorat Italia terhadap Ethiopia. Interpretasi kaum imperialis
Italia tersebut ditolak oleh Negus Menelik dan pada 1893 secara resmi ia
membatalkan perjanjian tahun 1889.
Para
1895 pemerintah Italia melakukan kekerasan untuk memaksa Ethiopia mengakui
kekuasaannya. Tentara Italia dikirim untuk menggabungkan Tigre yang merupakan
sebuah provinsi di Ethiopia, dengan Eritrea. Menelik mengerahkan tenaga
sebanyak 90 ribu tentara untuk menolak invasi tersebut. Kebanyakan tentara
tersebut telah dilatih oleh perwira-perwira Prancis dan diperlengkapi dengan
senjata modern.
Perdana
Menteri Francesco Crispi dari Italia mengalami kesulitan dalam operasi
perangnya di Ethiopia. Ia mencoba mendapatkan bantuan Inggris dengan melalui
sahabatnya, Jerman, tetapi tidak berhasil. Pada 1886 tentara Italia menderita
kekalahan besar dalam pertempuran terkenal di Adua. Jenderal Baratier dengan
tentaranya yang berjumlah lebih dari 2000 orang menyerah dan lebih dari 6000
terbunuh atau luka-luka. Bencana ini mengakibatkan kabinet Crispi jatuh.
Perdana menteri baru, Marquis Rudini, menerima perjanjian Addis Abbeba (1896),
yang berisi bahwa Italia mengakui kemerdekaan penuh negeri Ethiopia dan Italia
harus membayar ganti kerugian perang kepada Menelik sebanyak dua juta dollar.
Sesudah
kekalahan di Adua tersebut, kaum politisi Italia berpendapat bahwa untuk
memenuhi kepentingannya di Laut Tengah, Triple Alliance sebenarnya tidak
mempunyai arti apa-apa selama hubungan antara Jerman dan Inggris tidak baik.
Oleh sebab itu pemerintah Italia akan menempuh jalan lain untuk mencapai
cita-citanya dan hal ini berakibat pendekatan Italia kepada Prancis. Italia
makin lama makin jauh dari sekutu-sekutunya.
3.
Tripoltania
Pendudukan
Prancis terhadap Tunis pada tahun 1881 mengakibatkan hubungan anatara Prancis
dan Italia menjadi buruk untuk bebrapa tahun lamanya. Italia yang sangat kecewa
atas tindakan persaingannya itu, menghendaki adanya persekutuan dengan Jerman.
Akan tetapi Bismarck insyaf bahwa persekutuan negerinya dengan Italia akan
menimbulkan kecurigaan kepada sahabatnya, Austria. Maka ia menjawab kepada
Italia bahwa “jalan ke Berlin harus melalui Wina”. Ini berarti bahwa apabila
Italia bermaksud mengadakan persekutuan dengan Jerman, Italia harus melepaskan
cita-cita “Irredenta”-nya. Italia mengikuti saran tersebut. Pada 1882 Italia
menggabung kepada persekutuan Austria-Jerman dan terbentuklah Triple Alliance.
Persekutuan ini berlaku untuk lima tahun. Pada 1887 Triple Alliancediperbaharui.
Disamping itu Italia juga membuat perjanjian rahasia dengan Jerman. Keduanya
akan bahu-membahu, berjuang merintangi usaha Prancis untuk memperluas
pengaruhnya di Afrika Utara. Jerman juga akan membantu Italia merintangi
Prancis apabila negeri itu akan merampas Tripoli.
Perjanjian
tahun 1887 tersebut juga memuat ketentuan bahwa Inggris dan Austri-Hongaria
menjanjikan kepada Italia, akan merintangi usaha Prancis memperluas daerah
pengaruhnya di Afrika Utara.
Tetapi
semua janji-janji tersebut tidak ada yang dipenuhi. Akibatnya Italia mendekati
Prancis lagi. Pada 1990 Italia mengadakan perjanjian secara rahasia dengan
Prancis yang berisi bahwa Prancis tidak akan merintangi usaha Italia untuk
memperoleh Tripolitania dan Cyrenaica, tetapi Italia harus melepaskan seluruh
kepentingannya ke Marokko.
Ketika
Triple Alliance diperbaharui (1902), Jerman menjanjikan kepada Italia akan
memberi bantuan militer pabaila Prancis akan merintangi usaha Italia di
Tripolitania dan Cyrenaica.
Sesudah
mengadakan perjanjian rahasia dengan negara-negara besar di Eropa (1909),
Italia mulai melakukan “peaceful penetration” di kedua propinsi itu. Bank
Italia, Banca d’Italia, Banca di Roma, tampil kedepan menjalankan peranannya.
Pada 1911, ketika angkatan perang Italia telah siap dan mendapat izin dari
negara-negara besar, Italia mengirimkan ultimatum kepada Turki, pemilik syah
daerah Tripoli dan Cyrenaica. Sultan diperingatkan bahwa “keadaan kacau, tak
teratur dan terlantar dan tidak dihiraukan oleh Turki itu harus diakhiri”.
Sultan menjawab apabila Italia berkehendak untuk mengadakan
pembaharuan-pembaharuan maka sejengkal tanahpun tidak akan diserahkan
kepadanya.
Pada
1912 Italia mengumumkan perang kepada Turki. Tentara Italia menduduki Kota
Tripoli, merebut bandar-bandar di pantai Tripoli. Karena pada waktu itu Turki
sibuk menghadapi perang di Balkan, maka pada 1912 itu juga, perang melawan
Italia dihentikan. Perjanjian menyusul dengan ketentuan bahwa Italia memperoleh
daerah-daerah yang diperjuangkan itu. Liba (Libia Italiana), nama kuno pada
zaman Roma, diberikan kepada kedua daerah tersebut. Tanah jajahan itu luasnya
kira-kira 580.000 mil persegi. Tetapi kemudian Italia mengetahui bahwa Libia
bagian pedalaman adalah gurun pasir belaka. Hanya di sana-sini di tepi pantai
terdapat tanah-tanah yang subur.
Dengan
dikuasainya Liba oleh Italia ini berarti bahwa seluruh Benua Afrika, selain
Ethiopia dan Liberia telah menjadi jajahan negara-negara Barat.
II. KRISIS
MAROKO
1.
Krisis Maroko ke-1
Maroko
terletak di Afrika Utara sudut barat, di sebelah Jabaltarik. Tanah yang subur,
kaya akan baja dan besi, iklimnya menyenangkan, letaknya strategis dan memiliki
bandar-bandar yang baik.
Daerah
luas itu diperintahkan oleh seorang sultan dengan sebutan sherif. Banyak kaum
kapitalis yang menanamkan modalnya di negri tersebut. Untuk dapat memperoleh
keuntunga yang sebesar mungkin. Maka negara barat bersaing dalam menanamkan
kekuasaannya. Spanyol karena alasan historis, pada 1859-1860 mengirimkan akatan
perangnya, tetapi di kembalikan oleh inggris. Prancis ingin mendapatkan Maroko
untuk memperluas imperiumnya. Inggis karena alasan-alasan strategi dan
menghendaki agar Tanger tidak didirikan Benteng-Benteng, sedangkan Jerman sejak
1873 telah memiliki perwakilan di istana sultan.
Berhubung
semua negara mempunyai kepentingan di maroko, maka semua negara tidak
menghendaki apabila salah satu di antaranya dapat menguasai negri tersebut.
Oleh sebab itu kedaulatan sultan tetap terjamin. Tetapi pada 1878, ketika
Prancis mendirikan pangkalan militer di fez, sehingga membuat negara-negara
barat lainnya khawatir Prancis menguasai Maroko. Mereka menentukan diadakannya
konvensi untuk menentukan nasib maroko.
Pada
1880 empat belas negara eropa beserta amerika berkumpul di Madrid dan konvensi
ini memutuskan bahwa status quo sultan maroko harus dipertahankan dan negri itu
harus menjalankan politik pintu terbuka.
Sejak
itu makin banyaklah modal Barat yang masuk ke Maroko. Persaingan antar negara
semakin hebat., sehingga Maroko merupakan tempat yang berbahaya dalam gelangan
politik internasional. Persaingan di antara Prancis dan Jerman di negri ini
akan dapat mengancam perdamaian dunia, khususnya bagi eropa.
Sesuadah
mengalami kekalahan dalam menghadapi masalah Fashoda, Mentri luar negri Prancis
Delcasse (1898-1905) berusaha menaikkan prestise negrinya dengan menumpahkan
perhatiannya ke Maroko. Prancis mengugunakan kesempatan yang baik itu, sewaktu
inggris sedang sibuk dengan uruan Afrika Selatan sedangkan Italia dan Prancis
telah ada pendekatan-pendekatan. Maka selain memperkuat tentaranya, Prancis
juga mengadakan perjanjian-perjanjian.
Pada 1900 tercapai lagi
perjanjian antara Prancis dengan italia. Isinya antara lain:
1.
Prancis bebas bertindak di Maroko,
sebaliknya Italia bebas bertindak di Tripoli
2.
Jika salah satu dari dua negara tersebut
diserang musuh, yang lain akan tetap bersikap netral. Tindakan italia ini
disenut “Extra Tour” dan mengakibatkan selesainya riwayat Triple Alliance. Pada
tahun itu juga Prinetti, Mentri luar Negri Italia menolak pembeharuan Triple
Alliance.
Prancis
juga mengadakan perjanjian dengan spanyol, yang berrti memperkuat kedudukan
Prancis di kontinen dan akan membahayakan Jerman. Isi perjanjian tersebut
membagi daerah-daerah pengaruh antara kedua penguasa itu. Spanyol mendapatkan
pantai utara, termasuk Tanger dan Fez dan sebagian di sebelah selatan. Prancis
mendapatkan sisanya. Tetapi ketika di spanyol ada pengantian kabinet dan
kabinet baru itu tidak berani melanjutkan hubungan baik dengan prancis karena
takut kepada inggris, maka perjanjian prancis-spanyol tidak ada artinya.
Pada
1903 Raja Edward VII, penggantian Ratu Victoria, bersikap lebih condong pada
Prancis dari pada Jerman. Prancis mula-mula ragu-ragu, sebab persekutuan dengan
Inggris akan berakibat melemahkan Prancis-Rusia dan akan mengakibatkan munculnya
kembali Dreikaserbund. Tetapi akhirnya Prancis menerima usul Inggris untuk
menghentikan pertentangan antara Inggris dan Prancis di koloni-koloni.
Pertikaian, pertentangan di Newfoundland, di afrika barat dan afrika tengah
dapat diatasi. Pertentangan Inggris-Prancis yang terhebat pada waktu itu tidak
terdapat di mesir, tetapi di maroko. Bagi inggris penguasaan prancis terhadap
maroko sudah sangat bahaya. Karena letaknya berhadapan dengan Jabaltarik.
Disamping itu juga karena hal itu menyukarkan Inggris dalam mengawasi Laut
Tengah. Dengan demikian Inggris menghendaki supaya jangan ada negara lain yang
menguasai daerah yang letaknya di hadapan Jabaltarik.
Pada
1903 Delcasse mengunjungi London. Masalah Mesir dibicarakan dan berhasil dapat
mengatasi segala kesulitan. Pada tahun berikutnya terjadi perang antara Rusia
dan Jepang. Dalam hal ini Prancis bersikap netral, tidak membantu Rusia. Dua
bulan kemudian tercapailah suatu perjajian antara Inggris dan Prancis yang
terkenal dengan Morocco Egyptian Agreement atau Entente sebaliknya Inggris
tidak keberatan jika Prancis menamkan kekuasaannya di Maroko, selain daerah
pantai utara yang akan diserahkan kepada Spanyol, negeri yang tidak kuat. Tidak
boleh ada benteng di depan Jabaltarik. Semua pertentangan antara Inggris dan
Prancis baik mengenai urusan ekonomi maupun koloni di akhir. Kedua negri
tersebut akan saling bantu-membantu.
Pada
1904 itu juga Prancis mengadakan perjanjian dengan spanyol. Tentang Fez tidak
dibicarakan seperti pada perjanjian sebelumnya. Pembagian daerah pengaruh
diadakan.Spanyol menerima daerah di sepanjang sepanjang pantai dan sisanya
untuk Prancis. Spanyol harus berjanji bahwa haknya di daerah Maroko tidak akan
diserahkan kepada negara “ketiga”. Kota Tanger berada dibawah pengawasan internasional
untuk menjaga jangan sampai di kota itu didirikan benteng-benteng.
Sesudah
mengadakan perjanjian. Delcasse mengumumkan bahwa telah tiba saatnya bagi
Prancis untuk menjaga kepentingan Marooko. Prancis mulai melakukan “
peacafulnetration” dengan cara mendapatkan konsesi-konsesi dari sultan abdul
aziz untuk kaum kapitalis Prancis. Tindakan semacam ini disebut “Tunification”
terhadap Marooko. Sultan abdul azis yang naik tahta pada 1900 pada usia 16
tahun, menghambur uang kas negri menjadi kosong. Untuk mengisi kas tersebut, ia
memsukkan sistem pemungut pajak yang berat dan mencari pinjaman ke Bank
Prancis.Ketika ia tidak dapat membayar kembali, ia terpaksa menerima bantuan
orang-orang Eropa untuk mejalankan sistem pengumpulan pajak secara modern juga
aparatur polisi secara modern.
Delcasse
mengirim M. Saint Rene Taliliandier ke Fez dengan membawa program”pembaharuan”
yang pelaksanaannya harus berada dibawah pengawasan Prancis. Polisi militer
dibentuk di bawah opsir-opsir Prancis. Bank negara didirikan untuk memperbaiki
keadaan keuangan dan berbagai bangunan didirikan dengan menggunakan modal
prancis.
Negara-negara
yang menetang Prancis adalah Jerman. Inggris,Spanyol, dan Italia sudah terikat
suatu perjanjian, sedangkan Rusia adalah sekutunya. Jerman menolak penentuan
basib marooko melalui perjanjian-perjanjian tersebut di atas, dan menentukan
isi konvesi Madrid (1880) tetap dihormati. Maroko harus tetap sebagai lapangan
penanaman modal negara eropa. Didaerah itu kepentingan Jerman harus sama dengan
kepentingan Prancis ataupunInggris. Intervensi Jerman terhadap Maroko ini
disebabkan karena Jerman pada waktu itu sangat membutuhkan ekspansi kolonial
bagi kepentingan modalnya.
Pada
maret 1905, mentri Baron Von Holstein mempersilahkan Kaisar Wilhem II
mengunjing Tanger. Kaisar mendarat selama 4 jam dan megadakan pidato yang
isinya mengakui kedaulatan kemerdekaan maroko. Kaisar juga mengumumkan bahwa
beliau adalah pembela maroko, maroko akan terbuka lagi perdagangan segala
bangsa dengan hak-hak yang sama.
Pidato
kaisar tersebut merupakan tantangan bagi rencana Delcasse. Tetapi Prancis pada
watu itu belum siap mengadakan perang. Kepentingan antara kedua negri tersebut
makin hari makin memuncak. Rusia, sekutu prancis, sesudah mengalami kekalahan
melawan Jepang pasti tidak akan memebantu Prancis sedang bantuan dari Inggris
belum dapat di pastikan.
Politik
Jerman pad waktu itu di tunjukan untuk mematahkan Entente Cordile dengan cara
menarik Rusia, kemudian Prancis kepihaknya. Dalam hal ini Jerman akan
menunjukkan kepada Prancis bahwa Entente Cordiale itu tidak ada artinya. Dan
ini berarti suatu ujian bagi Entente.
Prancis
Inggris tidak pernah lupa akan bahaya apabila Eropa bagian kontinen bersatu
seperti pada zaman Nelson. Bahaya persatuan Eropa di bawah pimpinan Jerman menghadapi
Inggris seakan dapat di realisasi, ketika kaisar menjumpai Tsar di Teluk Bjorko
di laut timur, yang pada waktu sedang berusaha melupakan keruwetan di dalam
negrinya. Kedua kepala negara itu menandatangani perjanjian yang berarti
menyeret Rusia pada pihak Jerman. Perjanjian ini akan di perbaharui dan akan
menarik Prancis ke dalamnya, apabila Inggris terbukti tidak memeberi bantuan
kepada Prancis. Dengan demikian Kaisar mengangap bahwa Liga Kontinental pasti akan tercapai.
Ketika
Jerman menuntut diadakan konferensi internasional, Paris harus menentukan
pilihannya setia pada Entente Cordiale (1904) atau menerima usul Jerman.
Delcasse menolak tuntutan Jerman, tetapi suara publik dan juga mentri-mentri
lainnya dalam kabinet Rouviermenyesalkan bahwa politik Delcasse yang anti
Jerman itu akan membawa negrinya dalam kedudukan yang berbahaya.
Kekalahan
armada admiral Rozdestwensky oleh armada Jepang di selat Tsuhima pada Mei 1905
merupakan pertempuran yang menentukan. Amerika serikat dan jerman yang takut politik
pintu terbuka di Tiongkok diakhiri. Cepat-cepat menganjurkan agar Rusia
menghentikan perangnya. Kekalahan Rusia yang merupakan sekutu prancis,
mengakibatkan Prancis menerima tuntutan Jerman, mengadakan suatu konferensi
untuk menentukan nasib Maroko. Rouvier sendiri bertindak sebagai mentri luar
negri dan Delcasse meletakkan jabatan. Konferensi tersebut dilangsungkan di
Algeciras (Januari 1906).
Konferensi
itu akan dipergunakan Jerman untuk menghina Prancis, mematahkan Duel Alliance
dan menunjukkan kepada Inggris bahwa ia salah dalam memilih sahabat.
Diadakannya pertemuan itu berarti suatu kemenangan bagi Jerman. Tetapi
kemenangan itu hanya berlangsung sebentar saja, karena hasilnya merupakan
kekalahan bagi Jerman. Dalam konfrensi itu Inggris, Prancis, Rusia, dan Spanyol
merupakan kelompok kuat untuk menghadapi Jerman. Mengenai hal-hal yang penting,
Amerika Serikat dan Italia juga membantu Prancis.
Hanya Austria sajalah
yang membantu Jerman. Akhirnya diputuskan:
1.
Kedaulatan Sultan secara formal diakui.
2.
Kepolisian dan bank nasional berada
dibawah pengawasan internasiona.
3.
Prinsip politik pintu terbuka bagi semua
bangsa tetap berlaku.
4.
Prancis diberi kebebasan menjalankan :
“peaceful penetration”, di maroko,kecuali pantura.
5.
Daerah pantura di serahkan ke spanyol
Dengan
demikian Jerman, mengalami kekalahan diplomatik di Algeciras. Kemenangan jerman
dalam perjuangan tersebut dapat disebut kemenangan Phyrrhic. Sebaliknya inggris
adalah pemenangan dalam perjuangan itu. Entente Cordiale tidak hanya di uji
tentang ke stabilannya, tetapi juga mejdai lebih kuat, karena rusia sudah
bersedia mendekati Inggris. Itali melanjutkan “Extra Tour” mendekati prancis
dan Inggris. Dengan lain perkataan jerman sama sekali Gagal dalam usaha
memecahkan belah Inggris dan Prancis. Untuk sementara Krisis maroko fase
pertama ini telah dapat di atasi. Krisis ini dapat dianggap sebagai percobaan
mengadu kekuatan yang pertama kali antara Jerman di satu pihak dan negara-negara
barat di pihak lain.
3.
Krisis Maroko ke-II
Sesudah
diadakan Konferensi Algeciras sampai 1911, terjadilah bermacam-macam konfilk
antara tentara Prancis dan pendudukan Maroko dan di Melilla antara orang-orang
Spanyol dan penduduk pegunungan.
Pada
tahun 1909 sebuah perjanjian antara Jerman dan Prancis di tanda tangan. Isinya
ialah kemerdekaan sultan di akui dan persamaan hak dalam lapangan ekonomi
diberikan bagi semua bangsa.
Pengaruh
Prancis di Marooko makin bertambah, tetapi situasi perekonomiannya terancam.
Kedudukan prancis sangat sulit, lebih-lebih ketika mulai ada pemberontakan pada
1911.
Ibu
kota Maroko di kepung oleh kaum pemberontak dan tentara Prancis segera
menunduki kota tersebut. Jerman menuduh tindakan Prancis itu sebagai tanda
bahwa Prancis menghendaki protektor atas Maroko. Peristiwa tersebut di pakai
oleh Jerman untuk mendapatkan kompensasi.
Paris
sibuk membicarakan masalah tersebut. Pada juli 1911 kedutaan jerma di berbagai
ibukota mengumumkan, bahwa pemerintahannya telah memutuskan untuk melindungi
kepentingan Jerman, bahkan mengirim sebuah kapal perang dan kapal meriam
“Panther” memasuki bandar Agardir Pantai Samudra Atlantik.
Munculnya
“Panther” merupakan suatu tantangan bagi Prancis begitu pula Inggris. Inggris
menuduh Jerman mendirikan pangkalan laut
di pantai atlantik dan tindakan itu mengancam perdamaian dunia. Inggris pun
memberi peringatan kepada Jerman.
Terjadilah
krisis Maroko yang kedua, Persiapan perang secara mendalam telah dilakukan
Inggris, Prancis, dan Jerman. Tapi keadaan itu dapat diatasi dengan melakukan
perjanjian berisi “ Jerman harus meninggalkan Agardi dan mengakui protektor
prancis terhadap maroko.
Sejak
saat itu Prancis memeperoleh daerah yang sangat luas di Afrika Utara. Krisis
Maroko pun Berakhir. Akibatnya Hubungan Jerman Inggris menjadi buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar